Selasa, 13 Oktober 2009

dari dan untuk matematika

Nim : 070839

Fak/prodi : FKIP/ Matematika untirta.//

Sesuai dengan teori thorndrike tentang stimulus-respon, maka sebelum memulai pembelajaran kita rangsang motivasi siswa untuk belajar matematika dengan cerita dan permainan yang berhubungan dengan angka (matematika).

Berikut ini adalah sedikit cerita dan permainan untuk merangsang motivasi siswa untuk belajar matematika:

Cerita matematika:

1.Suatu hari, hapidz siswa sekolah dasar menghadapi soal ulangan matematika disekolahnya. Isi soal tersebut adalah perkalian angka sembilan dari 1 sampai sepuluh, seperti dibawah ini:

1 x 9 =

2 x 9 =

3 x 9 =

4 x 9 =

5 x 9 =

6 x 9 =

7 x 9 =

8 x 9 =

9 x 9 =

10 x 9 =

karna hapidz terkenal tidak pandai, maka ia bingung bukan kepalang.. akhirnya ia dengan keputus asaannya menjawab soal tersebut seperti ini:

  1. ia mengurutkan angka dari 0 sampai angka 9 dari atas sampai kebawah.
  2. ia mengurutkan lagi dari atas sampai bawah, tetapi dimulai dari angka 9 sampai angka 0.

Besoknya, hapidz melihat hasil ulangannya dengan nilai sempurna yaitu 10. karna inilah hasil jawaban hapidz;

1 x 9 = 0 9

2 x 9 = 1 8

3 x 9 = 2 7

4 x 9 = 3 6

5 x 9 = 4 5

6 x 9 = 5 4

7 x 9 = 6 3

8 x 9 = 7 2

9 x 9 = 8 1

10 x 9 = 9 0

Sungguh benar-benar beruntung hapidz, ternyata jawabannya memang benar semua,… hehe,……

  1. seekor katak, dapat melompat sejauh 0,5 meter dengan sekali melompat.

Ternyata didepan katak tersebut membentang sungai yang kedalaman airnya 3 meter dan lebar sungai tersebut adalah 6,5 meter. Katak itu harus menyebrangi sungai tersebut untuk sampai ketepian sungai diseberang sungai.

Pertanyaannya, berapa kali katak tersebut harus melompat agar sampai ketepian sungai diseberang sungai tersebut?

Jawab : Pertanyaan yang sederhana tapi menjebak untuk anak sd atau smp. Karna jawaban yang benar adalah satu kali melompat, karna setelah sekali melompat katak tersebut berenang untuk menuju tepian seberang sungai,.. hehe….

Berikutnya adalah keunikan angka:

1. guru memberikan beberapa pertanyaan, yaitu sebagai berikut:

=

11² =

111² =

1111² =

11111² =

111111² =

Dst,,,,

  1. guru menyuruh murid untuk menjawab kedepan dengan menggunakan alat Bantu hitung yaitu kalkulator untuk menjawab soal tersebut.
  2. guru menulis jawban tersebut di papan tulis dengan urutan spt ini:

= 1

11² = 121

111² = 12321

1111² = 1234321

11111² = 123454321

111111² = 12345654321

Dst,….

Sungguh angka yang unik dan menarik,… hehe,,, silahkan di coba,…

Demikian yang dapat saya tuliskan disini, semoga teman-teman guru dan calon guru dapat lebih kreatif dalam mengolah permainan ataupun cerita matematika untuk diterapkan didalam kelas nanti. Dan untuk dosen strategi belajar mengajar semoga dapat berkenan dan memberikan apresiasinya. Amin..


Uas sbm 2008

  1. jel. Prinsip penilaian dlm pemb mtk yang sebenarnya dalam pendekatan kontekstual?
  2. bagaimana pengembangan rencana pemb mtk dengan pendekatan open-ended?
  3. jel. Tujuan dan peranan guru dlm pemb. Mtk dengan metode penemuan?
  4. jel. Bergam aspek kemampuan siswa yang diharapkan dapat dicapai melalui pendekatan berdasarkan masalah?
  5. jel. Kelemahan dalam pemb kooperatif?
  6. jel. pemb mtk relistik?
  7. jel. tujuan dan peranan guru dalam tutor sebaya?

Model-model Pembelajaran:

Problem Based Intruction (PBI)

Pembelajaran Berbasis Masalah adalah pembelajaran di mana siswa mengerjakan masalah otentik untuk menyusun (menemukan) pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian percaya diri.

Ibrahim (2000) menyatakan pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampiulan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata atau stimulus, dan menjadikan mereka sebagai pebelajar yang otonom dan mandiri.

Contextual Teaching And Learning (CTL)

CTL (pembelajaran kontektual) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dangan penerapanyya dalam kehidupan sehari-hari, dengan melibatkan 7 komponen utamanya, yakni: konstruktisme, bertanya, inkuiri, masyarakat belajar, pemodelan, dan penilaian otentik.

Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL di dalam kelas adalah sebagai berikut: 1) kembangkan pemikiran anak akan belajar lebih bermakna dengan bekerja sendiri, menemukan sendiri, mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya, 2) Lakukan secara optimal kegiatan inkuiri untuk berbagai topik, 3) Rangsang dan kembangkan rasa ingin tahu dengan melakukan berbagai pertanyaan, 4) Kndisikan manyarakat belajar dengan membentuk kelompok-kelompok, 5) Munculkan suatu model (pemodelan) sebagai contoh belajar, 6) lakukan refleksi dan penguatan di akhir pertemuan, dan 7) lakukan penilaian yang sebanarnya (otentik) dengan menampilkan berbagai macam tes.

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama, yakni kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran (Johnson dan Johnson dalam Ismail, 2002: 12).

Macamnya:

  • Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dalam memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan isi akademik.
  • TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok - kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing - masing.
  • Type Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronson’s. Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.
  • STAD adalah Model pembelajaran yang dikembangkan oleh Slavin dan kawan-kawan di Universitas John Hopkins ini menitikberatkan pada pemberian motivasi kepada sekelompok siswa agar dapat berinteraksi dalam kelompoknya. Hal penting yang harus diperhatikan dalam setiap pelaksanaan STAD ini adalah pemilihan anggota kelompok. Heterogenitas harus menjadi dasar utama dalam setiap pemilihan anggota suatu kelompok.

Tutor sebaya Merupakan Pengajaran melalui kelompok yang dipimpin oleh satu pengajar (Tutor), dimana tutor tersebut adalah siswa yang memiliki kriteria sbb:

· Memiliki kemampuan akademis diatas rata-rata siswa satu kelas.

· mampu menjalin kerjasama dengan sesama siswa.

· memiliki motivasi tinggi untuk membuat kelompok diskusinya sebagai yang terbaik.

· bersikap rendah hati, bijaksana, dan bertanggung jawab.

· suka membantu sesamanya yang kesulitan

Remedial Merupakan Bentuk pengajaran yang bermaksud memperbaiki kesulitan belajar siswa yang diarahkan pada pencapaian hasil belajar yang optimal sesuai dengan kemampuan siswa

Open-ended Yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dengan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi

Pembelajaran langsung adalah strategi pembelajaran yang dirancang untuk mengajarkan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang diajarkan setahap demi setahap. Ciri khas pembelajaran ini adalah modeling, yaitu suatu fase dimana seorang guru memodelkan atau mencontohkan melalui demonstrasi bagaimana suatu keterampilan itu dilakukan pada saat guru melakukan modeling, siswa melakukan pengamatan terhadap keterampilan yang dimodelkan itu, selanjutnya siswa diberi kesempatan untuk meniru model yang dilakukan oleh guru melalui kesempatan latihan di bawah bimbingan guru. Model pembelajaran langsung merupakan model yang kadar berpusat pada gurunya paling tinggi, dan paling sering digunakan. Pada strategi ini termasuk di dalamnya metode-metode ceramah, ekspositori, serta demonstrasi.

Menurut Dave Meier pembelajaran dengan pendekatan SAVI adalah pembelajaran yang menggabungkan gerakan fisik dengan aktifitas intelektual dan penggunaan semua indra yang dapat berpengaruh besar pada pembelajaran.

  • Somatis : belajar dengan bergerak dan berbuat.
  • Auditori : belajar dengan berbicara dan mendengar.
  • Visual : belajar dengan mengamati (melihat) dan menggambarkan.
  • Intelektual : belajar dengan memecahkan masalah dan merenung (berfikir).

Menurut Ruseffendi (2006: 329) metode Discovery Learning adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya tanpa pemberitahuan langsung; sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.Dalam Discovery Learning, siswa dapat membuat sebuah konjektur, merumuskan sebuah hipotesis, atau menemukan sebuah kebenaran matematika dengan menggunakan induktif dan deduktif proses, observasi dan perhitungan.

inquiry adalah suatu perluasan proses-proses discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa. Sebagai tambahan pada proses-proses discovery, ínquiry mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan problem, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan.

Menurut Poerwadarminta (1983) pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan.

Quantum learning adalah kiat, petunjuk, strategi, dan sluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat.

A). keterampilan dasar mengajar

1. keterampilan membuka dan menutup pelajaran

Dimaksudkan untuk melihat mental siswa dan membuat minat dan perhatian siswa tertuju pada mata pelajaran yang akan kita berikan.

2. keterampilan bertanya

Dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana partisipasi, minat, rasa ingin tahu siswa terhadap mata pelajaran dan mengukur pola pikir siswa.

3. keterampilan memberikan penguatan

Penguatan disini yaitu penguatan yang positif dan membangun siswa untuk lebih bisa dalm menangkap materi ajar.

4. keterampilan mengadakan variasi

agar siswa tidak bosan menghadapi situasi pembelajaran dalam kelas, maka perlu diadakan variasi dalam mengajar seperti gaya mengajar, penggunaan media alat ajar, dan pola pembelajaran dalam kelas

5. keterampilan menjelaskan

yaitu agar siswa dapat memahami konsep, hukum , prinsip materi dan membimbing mereka untuk dapat mengasah potensi diri siswa.

6. keterampilan membimbing diskusi kecil

7. keterampilan mengelola kelas

yaitu untuk menyadari keberadaan siswa dan mendorong siswa untuk aktif dalam belajar.

8. keterampilan mengajar kelompok kecil dan perseorangan.

B). Aliran psikologi pembelajaran matematika

1. psikologi tingkah laku

a. teori thondrike

”belajar akan berhasil jika respon siswa terhadap suatu stimulus diikuti dengan rasa senang” ia mengenalkan 3 hukum belajar yaitu hukum kesiapan, latihan dan akibat.

b. teori skiner

”penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar”.

c. teori aussebel

”belajar bermakna dan pengulangan ssebelum belajar dimulai.

d. teori gagne

”ada dua objek yang dapat diperoleh siswa yaitu objek langsung dan tak langsung”.

e. teori paplov

”belajar akan berhasil jika melalui kebiasaan”.

f. Teori baruda

”siswa belajar dari apa yang ia lihat dan dengar yaitu meniru”.

g. teori aliran mental

”latihan yang membutuhkan daya otak yang tinggi”.

2. psikologi kognitif

a. teori peaget

”struktur kognitif siswa terdiri atas skemata (skema-skema)”

Yaitu tahap sensori motor , pra operasi, operasi kongkret, dan operasi formal.

b. teori bruner

”belajar metematika akan berhasil jika proses pengajaran diarahkan pada konsep-konsep dan struktur-strukturyang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan”.

c. teori gestal

”perhatian guru tantang materi, metode , dan pengelolaan kelas”.

d. teori brownel

”belajar makna dan pengertian”.

e. teori dieness

”tahap perkembangan anak”.

f. teori van hiele

”5 tahap perkembangan anak dalam pembelajaran geometri”.

C. prinsip-prinsip belajar

1. motivasi yaitu dorongan hati untuk lebih baik.

2. balikan yaitu respon siswa untuk menanggapi semua stimulus dari guru yang mengajar.

3. aktifitas yaitu keaktifan siswa dalam kelas dangan mengacu pada materi yang diajarkan.

4. perbedaan individu yaitu kemampuan siswa dalam menangkap pelajaran pasti tidak akan sama.

5. perhatian yaitu siswa mengikuti dan mencerna setiap materi yang diajarkan oleh guru.

D. 4 pilar pendidikan

  1. learn to know.Peserta didik paham materi untuk lanjut kemateri lain.

2. learn to do. peserta didik dapat berbuat sebagaimana mestinya.

3. learn to give together / to live wich other Peserta didik dapat beradaptasi dengan sekitar dan dapat bekerja sama.

4. learn to be Peserta didik dapat mengembangkan poetensi dirinya sehingga menjadi manusia bulat dan utuh.


KUBUS YANG TERBUAT DARI 6 LIMAS SEGI 4

nIM : 070839

KELAS : 4B

TUGAS : STRATEGI BELAJAR MENGAJAR (SBM)

Saya berpendapat bahwa “sebuah kubus dapat dibentuk dari enam buah limas segi empat yang tinggi keenam limas tersebut adalah sama yaitu setengah dari panjang setiap sisi limas tersebut”. Maka saya mencoba membuat alat peraga tersebut dan pendapat saya itu terbukti dengan alat peraga yang telah selesai saya buat.

Tetapi saya belum dapat membuktikan kesamaan untuk hal lainnya seperti volume dan lain-lainnya, mudah-mudahan semua yang terlah melihat ini dapat termotivasi dan mengembangkan alat peraga ini. Amin..

Cara membuat:

  1. buat jarring-jaring limas sebanyak enam buah. Dengan tinggi limas tersebut harus sama yaitu setengah dari panjang sisi segi empat dari limas tersebut.
  2. karna kubus yang saya buat sebesar 12 cm maka tinggi dari limas tersebut haruslah setengahnya yaitu 6 cm.
  3. lalu buat jarring-jaring kubusnya dan kita bentuklah limas-limas tersebut menjadi sebuah kubus.

Tidak rumit dan sangat gampang dan mudah-mudahan bermanfaat. Aminn..

Tangerang,14 juni 2009

TEORI BELAJAR VAN HIELE

A. Pendahuluan

Dua tokoh pendidikan matematika dari Belanda, yaitu Pierre Van Hiele dan isterinya, Dian Van Hiele-Geldof, pada tahun-tahun 1957 sampai 1959 mengajukan suatu teori mengenai proses perkembangan yang dilalui siswa dalam mempelajari geometri. Dalam teori yang mereka kemukakan, mereka berpendapat bahwa “dalam mempelajari geometri para siswa mengalami perkembangan kemampuan berpikir melalui tahap-tahap tertentu”.

B. Tingkat kognitif / tahap berpikir menurut Van Hiele

Tahapan berpikir atau tingkat kognitif yang dilalui siswa dalam pembelajaran geometri, menurut Van Hiele adalah sebagai berikut:

Level 0. Tingkat Visualisasi

Tingkat ini disebut juga tingkat pengenalan. Pada tingkat ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan (wholistic). Pada tingkat ini siswa belum memperhatikan komponen-komponen dari masing-masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat ini siswa sudah mengenal nama sesuatu bangun, siswa belum mengamati ciri-ciri dari bangun itu. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa tahu suatu bangun bernama persegipanjang, tetapi ia belum menyadari ciri-ciri bangun persegipanjang tersebut.

Level 1. Tingkat Analisis

Tingkat ini dikenal sebagai tingkat deskriptif. Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri dari masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini siswa sudah terbiasa menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan mengamati sifat-sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut

Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa suatu bangun merupakan persegipanjang karena bangun itu “mempunyai empat sisi, sisi-sisi yang berhadapan sejajar, dan semua sudutnya siku-siku”

Level 2. Tingkat Abstraksi

Tingkat ini disebut juga tingkat pengurutan atau tingkat relasional. Pada tingkat ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu segiempat sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu sama panjang. Di samping itu pada tingkat ini siswa sudahmemahami pelunya definisi untuk tiap-tiap bangun. Pada tahap ini, siswa juga sudah bisa memahami hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang lain. Misalnya pada tingkat ini siswa sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga persegipanjang, karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang.

Berikut ini merupakan contoh pekerjaan siswa pada level 2.



Level 3. Tingkat Deduksi Formal

Pada tingkat ini siswa sudah memahami perenan pengertian-pengertian pangkal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan terorema-teorema dalam geometri. Pada tingkat ini siswa sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini siswa sudah memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses berpikir tersebut.

Level 4. Tingkat Rigor

Tingkat ini disebut juga tingkat metamatematis. Pada tingkat ini, siswa mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika (termasuk sistem-sistem geometri), tanpa membutuhkan model-model yang konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, siswa memahami bahwa dimungkinkan adanya lebih dari satu geometri.

Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa menyadari bahwa jika salah satu aksioma pada suatu sistem geometri diubah, maka seluruh geometri tersebut juga akan berubah. Sehingga, pada tahap ini siswa sudah memahami adanya geometri-geometri yang lain di samping geometri Euclides.

Menurut Van Hiele, semua anak mempelajari geometri dengan melalui tahap-tahap tersebut, dengan urutan yang sama, dan tidak dimungkinkan adanya tingkat yang diloncati. Akan tetapi, kapan seseorang siswa mulai memasuki suatu tingkat yang baru tidak selalu sama antara siswa yang satu dengan siswa yang lain.

Selain itu, menurut Van Hiele, proses perkembangan dari tahap yang satu ke tahap berikutnya terutama tidak ditentukan oleh umur atau kematangan biologis, tetapi lebih bergantung pada pengajaran dari guru dan proses belajar yang dilalui siswa.
C. Implementasi teori Van Hiele dalam Pembelajaran
Untuk meningkatkan suatu tahap berpikir ke tahap berpikir yang lebih tinggi Van Hiele mengajukan pembelajaran yang melibatkan 5 fase (langkah), yaitu ; informasi (information), orientasi langsung (directed orientation), penjelasan (explication), orientasi bebas (free orientation), dan integrasi (integration).

Fase 1 : Informasi (information)

Pada awal fase ini, guru dan siswa menggunakan tanya jawab dan kegiatan tentang obyek-obyek yang dipelajari pada tahap berpikir yang bersangkutan. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi. Tujuan kegiatan ini adalah :

a. Guru mempelajari pengetahuan awal yang dipunyai siswa mengenai topik yang di bahas.

b. Guru mempelajari petunjuk yang muncul dalam rangka menentukan pembelajaran selanjutnya yang akan diambil.

Fase 2 : Orientasi langsung (directed orientation)

Siswa menggali topik yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan cermat disiapkan guru. Aktifitas ini akan berangsur-angsur menampakkan kepada siswa struktur yang memberi ciri-ciri untuk tahap berpikir ini. Jadi, alat ataupun bahan dirancang menjadi tugas pendek sehingga dapat mendatangkan repon khusus.

Fase 3 : Penjelasan (explication)

Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul mengenai struktur yang diobservasi. Di samping itu untuk membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat dan akurat, guru memberi bantuan seminimal mungkin. Hal tersebut berlangsung sampai sistem hubungan pada tahap berpikir ini mulai tampak nyata.

Fase 4 : Orientasi bebas (free orientation)

Siswa mengahadapi tugas-tugas yang lebih komplek berupa tugas yang memerlukan banyak langkah, tugas-tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas-tugas open ended. Mereka memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi diantara para siswa dalam bidang investigasi, banyak hubungan antara obyek-obyek yang dipelajari menjadi jelas.

Fase 5 : Integrasi (Integration)

Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat membantu dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara global terhadap apa-apa yang telah dipelajari siswa. Hal ini penting tetapi, kesimpulan ini tidak menunjukkan sesuatu yang baru.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar